Baleg DPR Belum Sepakati Usulan Revisi UU KPK

07-10-2015 / BADAN LEGISLASI

Rapat Kerja Badan Legislatif DPR RI (Baleg) dengan Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly belum menyepakati usulan dua Rancangan Undang-Undang (RUU), yaitu  RUU tentang Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan RUU tentang Pengampunan Nasional untuk dimasukan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas 2015.

 

Rapat Kerja Baleg yang dipimpin Ketua Baleg Sareh Wiyono belum menyepakati usulan tersebut, pasalnya  masih ada perbedaan pandangan dari fraksi-fraksi yang ada, karena memang kedua usulan tersebut baru diketahui saat disebarnya undangan rapat.

 

Menurut Sareh, Rapat Kerja Baleg tersebut merupakan tindak lanjut dari adanya usulan anggota dewan di fraksi-fraksi tentang Revisi UU KPK. "Menindaklanjuti adanya usulan dari beberapa anggota lintas fraksi kepada Baleg terkait dengan perubahan  RUU tentang perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, yang semula disulkan pemerintah menjadi usulan DPR," ujar Sareh di ruang rapat Baleg, Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (6/10/2015)

 

Ia menginformasikan bahwa jumlah anggota pengusul penggunaan hak inisiatif DPR atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi berjumlah 45 anggota dewan. Jumlah pengusul paling banyak berasal dari Fraksi PDI Perjuangan sebanyak 15 orang. Kemudian disusul Fraksi Nasdem 11 orang, Fraksi Golkar 9 orang, Fraksi PPP 5 orang, Fraksi Hanura 3 orang, dan Fraksi PKB 2 orang.

 

Dalam rapat tersebut, tiga anggota Fraksi PDI Perjuangan yakni Rieke Diah Pitaloka, Henry Yosodiningrat dan Hendrawan Supratikno menyatakan dukungannya terhadap revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.

 

Rieke berpendapat bahwa revisi tersebut bukan sebagai langkah pelemahan KPK melainkan dalam rangka penguatan KPK. Sebab menurutnya tidak ada alasan untuk tidak mendukung revisi tersebut agar terdapat kepastian dalam pemberantasan korupsi. "Saya dukung untuk memperkuat UU KPK. Pembahasan akan terbuka. Harus dipastikan apakah pemerintah juga punya komitmen yang sama, atau membiarkan kegaduhan politik," ujar Rieke.

Sedangkan Hendrawan menilai pemberantasan korupsi tetap harus diberi masukan. Sebab, menurutnya revisi UU KPK ini bisa menjadi bola panas dan bola liar. Berdasarkan pengalamannya, dari perhitungan waktu lebih cepat inisiatif DPR karena daftar inventaris masalah pemerintah tunggal, sedangkan dari parlemen meski berbeda tiap fraksi, namun bisa di harmonaisasi di rapat badan legislatif. "Kita harus bisa egaliter, transparan terbuka dan akuntable, terkait cara pemberantasan korupsi harus kita beri masukan," ujar Hendrawan.

Sementara menurut Henry alasan pertama dalam revisi UU KPK adalah bahwa hukum mengikuti perkembangan masyarakat. Henry menjelaskan kondisi masyarakat tahun 2002 berbeda dengan saat ini. Ia pun menilai dalam perjalanannya banyak ditemukan hal yang tidak sejalan dengan semangat saat KPK dibentuk.

Selain itu, ia menegaskan tidak ada upaya untuk pelemahan terhadap KPK. Sehingga ia pun berharap agar masyarakat umum untuk tidak mudah mengatakan bahwa pihak yang ingin merevisi mengatakan pelemahan. KPK. "Tidak ada keinginan lemahkan KPK, ini merupakan upaya kita membangun sistem ideal. Memperkuat lembaga KPK," kata Henry.

Berbeda dengan Rieke, Hendrawan dan Henry, Anggota Baleg dari Fraksi Partai Gerindra Martin hutabarat mengungkapkan keprihatinannya terhadap revisi UU KPK ini. Ia menilai persoalan revisi ini adalah masalah lama. Ia meminta agar tidak ada lagi upaya untuk mempreteli kewenangan KPK. "Kewenangan KPK jangan dipreteli, karena ini amanat reformasi," kata Martin.

Sementara, Anggota Baleg dari Fraksi Partai Demokrat Jefri Riwu Kore  mengaku heran. Sebab revisi UU KPK menurutnya sudah disepakati akan masuk prolegnas prioritas pada tahun 2016. Namun, saat ini usulan revisi itu kembali menyeruak di tahun 2015. "Kenapa dipaksakan? Ini akan jadi preseden buruk. Sudah hampir selesai prolegnas. Apakah ada hubungannya dengan Komisi III yang memilih capim KPK?", ungkap Jefri.

Sedangkan, Anggota Baleg dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Al Muzzammil Yusuf menilai revisi UU KPK sebaiknya tetap menjadi inisiatif pemerintah. Sebab menurutnya, masyarakat akan lebih menerima revisi UU KPK jika diusulkan oleh pemerintah. "Di tengah kondisi seperti ini kita mengajukan dengan perbedaan cara pandang yang luar biasa bedanya dari berbagai fraksi dan di tengah ketidakpercayaan publik kepada DPR. Jadi lebih bijak dari jalur pemerintah," ujar Muzamil. (sc)/foto:andri/parle/iw.

 
BERITA TERKAIT
Peringatan Legislator Soal IUP untuk Ormas: Tambang Bukan Sekadar Soal Untung
30-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Edison Sitorus, menyoroti revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba)...
Revisi UU Minerba, Demi Kemakmuran Rakyat dan Penambangan Berkelanjutan
25-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Edison Sitorus, menyampaikan pandangannya mengenai revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU...
RUU Minerba sebagai Revolusi Ekonomi untuk Masyarakat Bawah
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Aqib Ardiansyah menilai filosofi dasar dari penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat...
RUU Minerba: Legislator Minta Pandangan PGI dan Ormas soal Keadilan Ekologi
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Muhammad Kholid mengapresiasi masukan yang disampaikan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) terkait...